Aseon7

Selamat datang di blog sederhana ku...


KODE PPC ANDA

A. Pengertian al-Qur’an dan Ulumul Qur’an

1. Pengertian al-Qur’an

a. Secara etimologi

Qur’an adalah bentuk mashdar dari kata kerja qara’a (قرء) yang berarti bacaan. kata ini selanjutnya berarti kitab suci yang diturunkan Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW.

kata qur’an adalah kata sifat dari al-qar’u yang bermakna al-jam’u (kumpulan). Selanjutnya kata ini digunakan sebagai salah satu nama bagi kitab suci yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, karena al-Qur’an terdiri dari sekumpulan surah dan ayat, memuat kisah-kisah, perintah dan larangan, dan mengumpulkan inti dari kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya.[1]

Para ulama tafsir al-Qur'an dalam berbagai kitab ‘ulumul qur’an, ditinjau dari segi bahasa (lughowi atau etimologis) bahwa kata al-Qur'an merupakan bentuk mashdar dari kata qoro’a yaqro’uu – qiroo’atan – wa qor’an – wa qur’aanan. Kata qoro’a berarti menghimpun dan menyatukan; al-Qur'an pada hakikatnya merupakan himpunan huruf-huruf dan kata-kata yang menjadi satu ayat, himpunan ayat-ayat menjadi surat, himpunan surat menjadi mushaf al-Qur'an. Di samping itu, mayoritas ulama mengatakan bahwa al-Qur'an dengan akar kata qoro’a, bermakna tilawah: membaca. Kedua makna ini bisa dipadukan menjadi satu, menjadi “al-Qur'an itu merupakan himpunan huruf-huruf dan kata-kata yang dapat dibaca”[2].

b. Secara terminologi

Al-Qur’an menurut istilah adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, yang memiliki kemukjizatan lafal, membacanya bernilai ibadah, diriwayatkan secara mutawatir, yang tertulis dalam mushaf, dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.[3]

Allah ta’ala berfirman,

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ تَنْزِيلا

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.” (al-Insaan:23)

Dan firman-Nya,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2)

2. Pengertian Ulumul Qur’an

a. Secara etimologi

Secara etimologi, kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jamak dari kata ‘ilmu yang merupakan bentuk mashdar dari kata ‘alima, ya’lamu yang berarti mengetahui.[4] Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya.[5]

b. Secara terminologi

Assuyuthi dalam kitab itmamu al-Dirayah mengatakan :

علم يبحث فيه عن احوال الكتاب العزيز من جهة نزوله وسنده وادابهوالفاظه ومعانيه المتعلقة بالاحكام وغير ذالكّ.

“Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunya, sanadnya, adabnya makna-maknanya, baik yang berhubungan lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya”.

Al-Zarqany memberikan definisi sebagai berikut:

مباحث تتعلّق بالقران الكريم من ناحية نزوله وترتيبه وجمعه وكابته وقراءته وتفسيره واعجازه وناسخه ومنسوخه ودفع الشّبه عنه ونحو ذالك

“Beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al-Karim dari segi turunya, urutanya, pengumpulanya, penulisanya, bacaanya, penafsiranya, kemu’jizatanya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya”.[6]

Menurut Manna al-Qattan, ulumul qur’an adalah:

“Ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an dari segi sebab turunnya, pengumpulan dan urutan-urutannya, pengetahuan tentang ayat-ayat Makiyyah dan Madaniyyah, nasikh dan mansukh, muhkam, dan mutasyabih, dan hal-hal lain yang terkait dengan al-Qur’an”.[7]

B. Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Qur’an

Pokok-pokok persoalan ulumul qur’an :

1. Nuzul, meliputi hal menyangkut dengan ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah yang disebut Makkiah,ayat-ayat yang diturunkan di Madinah disebut Madaniah, ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi berada di kampung disebut Hadhariah, ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi dalam perjalanan disebut Safariah, ayat-ayat yang diturunkan di waktu siang hari disebut Nahariah, yang diturunkan pada malam hari disebut Lailaiah, yang diturunkan di musim dingin disebut Syitaiah, yang diturunkan di musim panas disebut Shaifiah, dan yang diturunkan ketika Nabi di tempat tidur disebut Firasyiah. Juga meliputi hal yang menyangkut sebab-sebab turun ayat, yang mula-mula turun, yang terakhir turun, yang berulang-ulang turun, yang turun terpisah-pisah, yang turun sekaligus, yanng pernah diturunkan kepada seorang nabi, dan yang belum pernah turun sama sekali.

2. Sanad, meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang mutawatir, yang ahad, yang syaz, bentuk-bentuk qira’at Nabi, para periwayat dan para penghafal Al-Qur’an, dan cara tahammul(penerimaan riwayat).

3. Ada’al –qiraah(cara membaca Al-Qur’an). Hal ini menyangkut waqf (cara berhenti), ibtida’ (cara memulai), imalah, madd (bacaan yang dipanjangkan), takhfif hamzah(meringankan bacaan hamzah), idgham(memasukkan bunyi huruf yang sakin kepada bunyi sesudahnya).

4. Pembahasan yang menyangkut lafal Al-Qur’an, yaitu tentang gharib(pelik),mu’rab(menerimaperubahan akhir kata),majaz(metafora), musytarak(lafal yang mengandung lebih dari satu makna), muradif(sinonim), isti’arah(metafor), dan tasybih(penyerupaan).

5. Persoalan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang bermakna umum dan tetap dalam keumumannya, umum yang dimaksudkan khusus, umum yang dikhususkan oleh sunnah, yang nash, zahir, mujmal(bersifat global), mufashshal(dirinci), manthuq(makna yang berdasarkan pengutaraan), mafhum(makna yang berdasarkan pemahaman), muthlaq(tidak terbatas), muqayyad(terbatas), muhkam(kukuh,jelas), mutasyabih(samar), musykil(maknanya pelik), nasikh(menghapus), mansukh(dihapus), muqaddam(didahulukan), muakhkhar(dikemudiankan), ma’mul(diamalkan) pada waktu tertentu, dan yang hanya ma’mul(diamalkan) oleh seorang saja.

6. Persoalan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan lafal, yaitu fashl (pisah), washl (berhubung), ijaz (singkat), thnab (panjang), musawah (sama), dan qashr (pendek).[8]

Para ulama mufasir dari semua kalangan dan generasi-generasi yang tercakup dalam lingkup Uluumul Qur’an menafsirkan Qur’an selalu berpegang pada :

1) Al-Qur’anul Karim

Sebab apa yang yang dikemukakan secara global di satu tempat/ayat dijelaskan secara terperinci ditempat/ayat yang lain. Terkadang pula sebuah ayat datang dalam bentuk mutlaq atau umum namun kemudian disusul oleh ayat lain yang membatasi atau mengkhususkannya. Inilah yang dinamakan “Tafsir Qur’an dengan Qur’an”.

2) Nabi S.A.W

Mengingat beliaulah yang bertugas untuk menjelaskan Qur’an. Karena itu wajarlah kalau para sahabat bertanya kepada beliau ketika mendapatkan kesulitan dalam memahami sesuatu ayat. Diantara kandungan Qur’an terdapat ayat ayat yang tidak dapat diketahui ta’wilnya kecuali melalui penjelasan Rasulullah . misalnya rincian tentang perintah dan larangan-Nya serta ketentuan mengenai hukum-hukum yang difardhukan-Nya.

3) Para Sahabat.

Mengingat para sahabatlah yang paling dekat dan tahu dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Riwayat dari para sahabat yang berasal dari Rasulullah SAW cukup menjadi acuan dalam mengembangkan ilmu-ilmu Qur’an. Dan yang cukup banyak menafsirkan Qur’an seperti empat orang khalifah dan para sahabat lainnya.

4) Pemahaman dan ijtihad

Apabila para sahabat tidak mendapatkan tafsiran dalam Qur’an dan tidak pula mendapatkan sesuatu pun yang berhubungan dengan hal itu dari Rasulullah, dan banyak perbedaan-perbedaan dari kalangan sahabat, maka mereka melakukan ijtihad dengan mengerahkan segenap kemampuan nalar. Ini mengingat mereka adalah orang-orang Arab asli yang sangat menguasai bahasa Arab, memahaminya dengan baik dan mengetahui aspek-aspek yang ada didalamnya.[9]

C. Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an

Sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, ulum al-Qur’an tidak lahir sekaligus, melainkan melalui proses pertumbuhan dan perkembangan. Istilah ulumul Qur’an belum dikenal pada masa awal pertumbuhan Islam. Istilah ini baru muncul pada abad ke-3 H. Karena Ulumul Qur’an dalam arti sejumlah ilmu yang membahas tentang al-Qur’an baru muncul dalam karya Ali bin Ibrahim al-Hufi.

Pada masa Rasulullah SAW sampai masa kekhalifahan Abu Bakar (12 H – 13 H) dan Umar (13 H – 23 H), ilmu al-Qur’an masih diriwayatkan secara lisan. Pada masa khalifah Utsman, beliau menyuruh semua umat muslim berpegang pada mushaf induk dan membakar mushaf lainnya. Utsman juga mengirimkan beberapa mushaf kepada beberapa daerah sebagai pegangan. Masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib telah diperintahkan Abu al-Aswad al-Duali untuk meletakkan kaedah-kaedah bahasa Arab.

Pada abad ke-2 H, upaya pembukuan ulumul qur’an mulai dilakukan, namun pada masa ini perhatian ulama lebih banyak terfokus pada tafsir. Tafsir-tafsir tersebut pada umumnya memuat pendapat-pendapat shahabat dan tabi’in.

Pada abad ke-3 H, muncul Muhammad bin Jarir al-Tabari yang menyusun kitab tafsir yang bermutu karena banyak memuat hadits-hadits shahih, ditulis dengan rumusan yang baik.

Pada abad ke-4 H, lahir beberapa kitab ulumul qur’an, seperti Aja’ib Ulum al-Qur’an karya Abu Bakar Muhammad bin al-Qasyim al-Anbari. Dalam kitab ini dibahas tentang kelebihan dan kemuliaan al-Qur’an turunnya al-Qur’an dalam tujuh huruf, penulisan mushaf, jumlah surah, ayat dan kata dalam al-Qur’an.

Penghujung abad ke-13 H hingga saat ini, perhatian ulama terhadap ulumul qur’an bangkit kembali. Pada masa ini, pembahasan dan pengkajian ulumul qur’an tidak hanya terbatas pada cabang-cabang ulumul Qur’an yang ada sebelumnya, melainkan telah berkembang, misalnya penterjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa asing.

D. Urgensi Mempelajari Ulumul Qur’an

Tanpa mempelajari Uluumul Qur-an sebenarnya seseorang akan kesulitan memahami makna yang terkandung dalam Al Qur-an, bahkan bisa jadi malah tersesatkan. Apalagi ada 2 jenis ayat yaitu ayat-ayat muhkamaat dan mutsayabihaat. Sejak masa nabi Muhammad pun, terkadang sahabat memerlukan penjelasan nabi apa yang dimaksud dalam ayat-ayat tertentu. Sehingga muslimin yang hidup jauh sepeninggal Nabi S.a.w, terutama bagi yang ingin memahami kandungan Al Qur-an dituntut untuk mempelajari ilmu tersebut.[10]

Adapun manfaat mempelajari Ulumul Qur’an antara lain adalah:

- Mampu menguasai berbagai ilmu pendukung dalam rangka memahami makna yang terkandung dalam al-Qur`an.

- Membekali diri dengan persenjataan ilmu pengetahuan yang lengkap, dalam rangka membela al-Qur`an dari berbagai tuduhan dan fitnah yang muncul dari pihak lain.

- Seorang penafsir (mufassir) akan lebih mudah dalam mengartikan al-Qur`an dan mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata.[11]



[1] Prof.Dr. H. Said Agil Husin al-Munawar, al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Jakarta:Ciputat Press, 2002) Cet ke 2, hal. 5

[2] http://ansharjalante.multiply.com/journal/item/76

[3] Op. Cit. Hal. 5

[4] Ibid. Hal. 4

[5] http://dakir.wordpress.com/2009/03/13/pengertian-ulumul-quran/

[6] http://dakir.wordpress.com/2009/03/13/pengertian-ulumul-quran/

[7] Ibid. Hal. 5

[8] http://dinulislami.blogspot.com/2009/10/ruang-lingkup-ulumul-quran.html

[9] http://ulumulstai.blogspot.com/2009/03/ulumul-quran-dan-perkembangannya.html

[10] http://islamwiki.blogspot.com/2009/02/urgensi-ulumul-quran.html

[11] http://sabdapena.blogspot.com/2009/04/kajian-ilmu-al-quran-1.html

KODE PPC ANDA

Digg Technorati del.icio.us Stumbleupon Reddit Blinklist Furl Spurl Yahoo Simpy

Related Posts by Categories



Widget by Hoctro | Jack Book

0 komentar

Posting Komentar

Langganan: Posting Komentar (Atom)