Aseon7

Selamat datang di blog sederhana ku...


PEMBELIAN KUDA


Suatu ketika, Umar bin Khatab r.a. yang saat itu menjadi amirul mikminin membeli seekor kuda. Umar membawa kuda itu jauh dari penjual lalu menungganginya untuk mencobanya. Namun naas, kuda itu mengalami cidera. Hati kecilnya mengatakan bahwa penjual kuda itu telah menipunya. Namun, si penjual kuda menolak menerima kembali kuda itu dari amirul mukminin. Lalu, apah Umar menyuruh orang ini ditangkap? Atau ia mengajukan tuduhan palsu kepada orang ini? Tidak sama sekali!


Umar malah menerima gugatan atas orang itu. Si penggugat bersikeras bahwa dialah yang harus memilih hakim untuk menangani perkara mereka. Dan benar, orang itu memilih Syuraih, hakim yang dikenal keadilannya. Umarpun harus duduk di kursi pesakitan sebagai tertuduh. Hakim mengeluarkan keputusan bahwa Umar bersalah. Hakim berkata, “Bayarlah kuda yang engkau beli atau kembalikan kuda itu dalam keadaan seperti semula (tanpa cidera)”.


Umar menanggapi keputusan itu dengan perasaan gembira. Ia menatap Syuraih seraya berseru, “Demikianlah seharusnya pengadilan itu”.


Umar tidak memerintahkan untuk memenjarakan hakim, tidak pula menuduhnya bekerja sama dengan penjual kuda itu atau menuduhnya membahayakan keamanan negara. Bahka Umar mengangkatnya menjadi hakim di wilayah Kuffah sebagai penghargaan atas perbuatannya.


Ketika hakim berani menegakkan keadilan di hadapan penguasa, maka negara akan aman dan rakyat terlindungi.

BAJU BESI ALI R.A

Setelah menunaikan suatu peperangan. Pada suatu waktu, Khalifah Ali R.A meletakkan baju perangnya di samping rumah. Ia bermaksud membersihkan dan menyikat baju perang itu sebelum disimpan. Putranya, Hasan, melihat itu dan ingin membantu, namun Ali R.A ingin melakukannya sendiri.

Namun, sejurus kemudian, belum sempat Ali R.A membersihkan baju perangnya, bajunya itu tiba-tiba lenyap. Dengan keheranan Ali R.A menanyakan kepada para anggota keluarganya, barangkali melihat baju perang itu. Seluruh anggota keluarga merasa tidak memindahkan. Dan mereka semua merasa heran.

Beberapa hari kemudian, Ali R.A melihat baju perangnya berada di pasar di tangan orang Yahudi. Maka ia pun menanyakannya. Si Yahudi bersikeras bahwa baju perang itu miliknya. Sementara Ali R.A merasa yakin bahwa baju itu adalah miliknya. Maka, Ali R.A mengadukan persoalan ini kepada qadhi (hakim). Beberapa waktu kemudian digelarlah pengadilan. Duduk sebagai terdakwa si Yahudi miskin dan Khalifah Ali R.A sebagai penuntut.

Si Yahudi hadir di pengadilan dengan perasaan was-was. Di dalam hatinya ia membatin, manalah mungkin ia memenangkan pengadilan ini. Pengadilan muslim dengan qadhi muslim berhadapan dengan kasus yang menimpa amirul mukmininnya. Sedangkan ia hanyalah Yahudi miskin. Pastilah ia akan dihukum keras. Ia sadar dan merasa bersalah telah mencuri baju perang khalifah, tetapi itupun terpaksa karena diri dan keluarganya sangat lapar. Apakah ada keadilan di ruang pengadilan muslim?

Lamunannya terhenti ketika qadhi kurus masuk ke dalam ruang pengadilan. Namun, para pegawai pengadilan dan masyarakat yang hadir di pengadilan tampak menghormatinya.
Sejurus kemudian qadhi membuka sidang. “Wahai Khalifah, apa tuntutan anda kepada terdakwa?” tanyanya tegas.

Khalifah Alir R.A pun menceritakan perihal hilangnya baju perang miliknya.
“Wahai Khalifah, apakah engkau dapat membuktikan kalau baju perang yang ada di tangan terdakwa itu adalah milik engkau?” tanya qadhi.

Ali R.A tersentak dengan pertanyaan qadhi. Ia termenung dan merasa sulit membuktikan. Kemudian ia berkata, “Aku tidak mampu membuktikannya wahai Qadhi yang bijak. Namun, anakku Hasan mengetahui bahwa baju perang itu milikku dan hilang sat aku akan membersihkannya”.

Namun sang Qadhi menolak saksi dari pihak keluarga. Karena Ali R.A tidak mampu membuktikan, maka akhirnya sang Qadhi memutuskan bahwa perkara itu dimenangkan oleh si Yahudi.

Seperti halilintar di tengah hari bolong, si Yahudi tersentak kaget dengan keputusan Qadhi kurus berwibawa. Sungguh ia tidak menyangka bahwa ia akan menang. Padahal, sesungguhnya dirinyalah yang mencuri baju perang itu. Apalagi ini adalah pengadilan muslim. Akhirnya ia mendekati Khalifah Ali R.A.

“Wahai Khalifah, sesungguhnya baju perang ini milikmu” katanya. “Ambillah kembali. Aku sungguh terharu dengan pengadilan ini. Meskipun aku hanya seorang Yahudi miskin dan engkau adalah amirul mukminin. Ternyata pengadilan muslim memenangkan aku. Sungguh, ini adalah pengadilan yang sangat luar biasa. Dan sungguh, Islam yang mulia tidak memandang jabatan di dalam ruang pengadilan” lanjutnya. “Wahai Khalifah” katanya, “Mulai detik ini aku akan memeluk Islam dan ingin menjadi muslim yang baik” katanya sambil menatap dan menyodorkan baju perang Ali.

Khalifah Alir R.A tertegun sejenak. “Wahai Fulan, ambillah baju perang ini untukmu. Aku hadiahkan kepadamu. Aku gembira dengan keislamanmu” kata Alir R.A bersemangat. Mereka pulang dari ruang pengadilan dengan gembira.

Keadilan adalah magnet yang dapat menundukkan nurani kemanusiaan.

Langganan: Postingan (Atom)