Aseon7

Selamat datang di blog sederhana ku...


Juha dan anaknya adalah dua orang yang selalu berbeda perilakunya. Setiap kali juga memerintahkan anaknya untuk melakukan sesuatu, ia selalu menentang perintah itu dengan berkata “Apa kata orang tentang kita, jika mereka mengetahui akan hal itu?”

Suatu ketika, Juha ingin memberi pelajaran kepada anaknya. Suatu pelajaran yang berguna dan membuatnya berhenti menuruti omongan orang lain. Karena dengan menuruti omongan orang, semua tujuan tidak akan bisa dicapai.

Ia menaiki seekor keledai dan menyuruh anaknya berjalan di belakang. Belum lama mereka melangkah, mereka bertemu dengan beberapa wanita. Para wanita itu berteriak kepada Juha. “Bagai mana kamu ini wahai lelaki, tidak adakah dalam hatimu rasa kasihan? Engkau naik keledai, sedangkan anakmu yang masih kecil engkau biarkan berjalan mengikutimu di belakang?”

Mendengar ucapan mereka, Juha turun dari keledainya dan menyuruh anaknya naik keledai itu. Mereka kemudian melewati sekelompok orang tua yang sedang duduk di bawah terik matahari. Salah satu dari mereka bertepuk tangan dan menarik perhatian orang lain untuk melihat lelaki tolol yang berjalan dan membiarkan anak-anak naik keledai. Orang-orang itu mengomentari mereka, “Mau-maunya kamu berjalan dan membiarkan hewan ini untuk anakmu, lalu kamu berharap bisa mengajarinya malu dan sopan santun?”

Juha berkata kepada anaknya, “Bukankah engkau mendengar ucapan mereka? Kalau begitu kita naik keledai ini bersama-sama”. Kedua orang ini naik keledai dan melanjutkan perjalanan. Kemudian mereka bertemu dengan sekelompok orang penyayang binatang. Mereka meneriaki ayah dan anaknya. “Tidakkah kalian takut kepada Allah? Menyiksa hewan yang kurus ini. Kalian berdua menaikinya bersama-sama, padahal berat badan kalian lebih berat dari berat keledai ini?”

Juha turun dari keledai dan menurunkan anaknya. Ia berkata, “Bukankah engkau mendengar ucapan mereka? Marilah kita berjalan kaki dan membiarkan keledai ini berjalan di depan kita, supaya kita aman dari omongan jelek dari para kelaki, perempuan dan penyayang binatang”. Keduanya pun berjalan dan keledai itu berjalan di depan mereka. Di tengah jalan mereka bertemu dengan sekelompok orang yang usil dan suka mengolok-olok. Mereka membuat Juha dan anaknya sebagai bahan ejekan dan hinaan.

Mereka berkata “Demi Allah, sebaiknya kalian menggotong keledai ini agar kalian menjaganya dari jalanan yang tidak rata”. Mendengar ucapan mereka, Juha dan anaknya mencari sebuah pohon dan memotong dahan yang kuat dari pohon itu. Mereka mengikat keledai pada pohon itu dan kemudian menggotongnya. Belum berselang lama mereka berjalan, orang-orang berarak-arakan mengikuti Juha dan anaknya. Mereka menertawakan pemandangan aneh itu, sehingga seorang polisi menghentikan arak-arakan tersebut, lalu membawa Juha dan anaknya ke tempat penampungan orang gila.

Ketika perjalanan mereka berakhir di rumah sakit jiwa, tiba saatnya untuk menjelaskan kepada anaknya kesimpulan dari pengalaman mereka. Juha menoleh kepada anaknya lalu berkata, “Inilah wahai anakku, akibat orang yang seka mendengarkan omongan orang lain, juga orang yang tidak berbuat kecuali untuk menyenangkan orang lain”.

Mengikuti omongan orang berarti membiarkan diri kita menjadi gabus terapung di tengah ombak laut yang ganas yang setiap saat dapat menghempaskan kita ke batu karang yang cadas.

Grup yang berdiri pada 6 Mei 1996 ini pada awalnya adalah sekumpulan anak-anak sekolah dari beberapa SMA di Yogyakarta. Di awal berdirinya bersatulah lima anak muda, Duta (vokal) berasal dari SMA 4, Adam (bass) dari SMA 6, Eross (gitar) dari SMA Muhammadiyah I, Sakti (gitar) dari SMA De Britto, dan Anton (drum) berasal dari SMA Bopkri I. Mereka sepakat untuk membentuk sebuah band dan membawakan lagu-lagu dari kelompok Oasis, U2, Bon Jovi, Guns N’ Roses, dll. Pada waktu itu juga, mereka telah memiliki beberapa lagu-lagu orisinal karya mereka sendiri dan mereka mencoba untuk memperkenalkan dan membawakan lagu-lagu tersebut dengan penuh rasa percaya diri di berbagai pentas.


Sampai saat ini juga, mereka masih sulit untuk menyebut warna musik apa yang sebenarnya dimainkan. Tetapi satu hal yang jelas adalah bahwa mereka berkeyakinan untuk memainkan “Sheila music”, dimana ide-ide atau kreasi dalam bermusik dimunculkan secara spontan dan menampilkan lirik-lirik yang gampang dicerna serta konsep musik yang sederhana.


Pada awal berdirinya grup ini bernama “Sheila”. Tidak lama kemudian, mereka menambahkan kataGank”, hingga jadilah “Sheila Gank”. Namun karena masalah ‘sense’, akhirnya nama mereka berganti menjadi “Sheila on 7”, “on 7” berarti solmisasi alias 7 tangga nada (do re mi fa sol la si).


Sejak awal grup ini mencoba untuk tampil secara profesional. Dimulai dengan keterlibatan mereka dalam beberapa pentas musik, festival maupun pertunjukan komersil di DIY dan Jawa Tengah, baik di lingkup sekolah, kampus, serta panggung umum. Satu hal yang cukup meyakinkan dan membanggakan adalah keikutsertaan mereka dalam program indie label “Ajang Musikal” (Ajang Musisi Lokal) di tahun 1997 milik Radio Geronimo 105.8 FM & G-Indie Production di Yogyakarta, dimana program ini adalah program sindikasi radio yang disiarkan oleh hampir 90 radio swasta di tanah air. Ajang Musikal adalah program radio yang menyiarkan lagu-lagu karya sendiri dari band-band lokal yang belum pernah rekaman komersial.


Dalam program ini mereka mendapat respons yang sangat positif, dimana request dari para pendengar untuk lagu karya mereka sendiri yaituKita’, menempatkan mereka selama 3 bulan berturut-turut di tangga lagu Ajang Musikal G-Indie 10 pada bulan Maret, April, dan Mei 1997.


Menunjuk pada hal tersebut, “Sheila on 7” mampu untuk merefleksikan dirinya dan menjadikannya sebagai tolak ukur untuk ke jenjang yang lebih atas lagi yakni rekaman komersial. Dengan penuh keyakinan pula, Sheila on 7 memberanikan diri untuk menawarkan demotape serta proposal ke label Sony Music Indonesia, dan akhirnya kesempatan pun datang dengan dikontraknya Sheila on 7 untuk 8 album dengan sistem royalti.


AKHLAK SEBAGAI ASAS KEBAHAGIAAN INDIVIDU DAN SOSIAL

A. Hubungan Timbal-Balik Antara Individu Dan Masyarakat

Manusia adalah makhluk sosial (hubungan timbal-balik), yang tidak dapat terlepas dari kehidupan sesama manusia lainnya, setiap yang dilakukan individu akan berpengaruh pada masyarakat sekitarnya, begitu juga sebaliknya, apapun yang terjadi dalam masyarakat akan berpengaruh pada individu.

Misalnya: seorang pembeli akan membutuhkan penjual untuk membeli perlengkapan-perlengkapan sehari-harinya, begitu juga seorang penjual sangat membutuhkan pembeli agar dagangannya laku.

Dalam pergaulan antar sesama manusia akan terjadi interaksi sosial dan merupakan syarat utama terjadinya aktivitas sosial.

Sejak lahir manusia sudah membutuhkan bantuan dari manusia lainnya, misalnya, seorang bayi membutuhkan perawatan dari orang tuannya, pendidikan, dan kebutuhan-kebutuhan untuk bertahan hidup baginya.

Dan Allah tidak mengkaruniai manusia dengan alat fisik-fisik yang cukup untuk dirinya, melainkan ia menggali sendiri potensi dirinya untuk bertahan, dan itu tidak terlepas dari bantuan manusia lainnya.

Karena manusia saling membutuhkan sesamanya, Islam mengajarkan bahwa perasaan dalam diri di jadikan sebagai tolak ukur dalam mengukur perasaan orang lain. Bila dalam diri seseorang telah meresap secara mendalam suatu perasaan yang dapat merasakan apa-apa di rasakan oleh orang lain, maka itu akan melahirkan suatu keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.

B. Akhlak Baik S­ebagai Azas Kebahagiaan

Dalam Islam telah di jelaskan bahwa orang yang paling baik adalah manusia yang paling banyak mendatangkan kebaikan kepada orang lain, menurut hadist yang diriwayatkan oleh qadla’le dari jabir, Rasullullah saw bersabda:

خير الناس انفعهم لناس

“sebaik-baik manusia ialah orang yang banyak manfaatnya (kebaikannya) kepada orang lain “

Pada hakekatnya orang yang berbuat baik atau berbuat jahat terhadap orang lain adalah untuk dirinya sendiri[1]. Mengapa orang lain senang senang berbuat baik kepada kita, karena kita yang lebih dulu berbuat baik kepada orang tersebut.

Firman Allah SWT QS, Al-Isra ayat 7

Artinya: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai”. (QS. Al-Isra : 7)

Ketinggian budi pekerti seseorang menjadikan dirinya dapat melaksanakan kewajiban dan pekerjaan dengan baik dan sempurna, maka itu akan membuat seseorang itu hidup bahagia. Sebaliknya apabila manusia mempunyai tabiat yang buruk, yang suka berburuk sangka kepada orang lain, maka hal itu menjadi pertanda bahwa hidup orang itu selalu resah, karena tidak adanya keserasian dan keharmonisan dalam pergaulannya.

Pelajaran akhlak bertujuan mengetahui perbedaan perangai manusia yang baik dan buruk, agar manusia dapat memegang teguh sifat-sifat yang baik dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang jahat sehingga terciptalah tata tertib dalam pergaulan dalam masyarakat, di mana tidak ada sifat benci-membenci.[2]

Untuk menciptakan atau mencapai kebahagiaan individu dan sosial, usaha itu berawal dari diri pribadi seseorang, bagaimana sikap atau tingkah laku dari individu itu sendiri, apabila sikap seseorang itu baik, dan bertingkah laku mulia dan bagaimana individu melakukan kewajiban terhadapnya dirinya, individu mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri (al-mas-uliyah asy syaikhshiyah) dan kewajiban terhadap masyarakat (al-mas-uliyah al-ijtimaiyah)[3]: di mana kewajiban terhadap diri sendiri itu diantaranya: memelihara diri dengan baik, agar diri kita mampu untuk berbuat baik, melengkapi segala kebutuhan diri pribadi, dan kewajiban terhadap masyarakat diantaranya menciptakan kebaikan dan keselamatan bagi masyarakat dan bertanggung jawab atas perbuatan yang di lakukan di tengah masyarakat.

Namun, kadang orang lalai dalam melihat dirinya, hingga tidak jarang dia tergelincir ke lembah hinaan yang sangat merugikan dirinya dan orang lain, Allah SWT, telah menjelaskan dalam al-Qur'an, bahwa manusia semuanya berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan saling nasehat-menasehati kepada kebenaran, dan nasehat-menasehati dalam kesabaran.[4]

Jika 4 hal tersebut tertahan para setiap pribadi, hingga menjadi sifat dan tabiat dalam masyarakat dan bangsa, insya Allah bangsa, itu akan hidup terang, damai dan sejahtera.

C. Akhlak Buruk Pangkal Kesengsaraan

Akhlak buruk merupakan musuh Islam yang utama, karena misi utama Islam adalah membimbing manusia berakhlak buruk akan diberikan sanksi oleh Allah.

Sabda nabi Muhammad SAW.

انمابعثت لاتمم مكارم الاخلاق (رواه احمد)

Artinya: Bahwasanya aku diutus Allah, untuk menyempurnakan keluhuran akhlak (budi pekerti). (HR Ahmad )

Firman Allah surat Ar-Ruum ayat 41

Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar-Ruum : 41)

Akhlak buruk tidak hanya berakibat kepada dirinya sendiri, tetapi juga akan merusak citra dalam masyarakat dan kedamaian, contoh sederhana berdusta sifat ini akan membawa kerusakan kepada dirinya dan masyarakat sebagai mana sabda Rasullulah SAW.

Yang artinya:

sungguh dusta membawa kepada keburukan dan keburukan itu membawa kepada neraka. Dan sesungguhnya seseorang yang membiasakan berdusta, akan di catat di sisi Allah sebagai tukang dusta (HR. Bukhari Muslim)

Pertama sekali yang sangat di perhatikan Islam adalah perjalanan hidup yang disertai hawa nafsu, sebab kalau seseorang memperturutkan hawa nafsunya. Maka ia tidak dapat menghindarkan diri dari tabiatnya, dia akan cendrung kepada keburukan yang dapat menyesatkan dirinya.

Apabila hawa nafsu telah merajalela dan mengganas, hal itu akan dapat menjerumuskan seseorang kepada tempat yang hina, maka kesengsaraan yang akan menimpa dirinya.

Alqur'an telah menjelaskan bahwa manusia itu di ciptakan sebagai makhluk yang lemah, penuh bimbang dan suka mementingkan diri sendiri,

Firman Allah QS. Al-Maarij ayat (19-29)ž š

Artinya: “19. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.

20. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,

21. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,

22. Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,

23. Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,

24. Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,

25. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),

26. Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan,

27. Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.

28. Karena Sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya).

29. Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya,

(QS. al-Ma’arij : 19 – 29)

Apabila watak buruk itu berjalan terus tanpa ada perubahan, maka suatu saat akan membentuk perilaku yang lengkuk yang sulit untuk di obati.


[1] Drs. Asmaran As, MA. Pengantar Studi Akhlak. hal. 54

[2] Muhd. Al-Gazali. Khuluk al-Muslim. (Darul Bayan: Kuwait, 1970)

[3] Dr. Ahmad Djatnika. Akhlak Mulia. hal 143

[4] Al-Qur’an Surat al-‘Asr ayat 1-3

Langganan: Postingan (Atom)